Rabu, 17 September 2014

IBADAH KELUARGA SEBAGAI SEKOLAH IMAN

Permenungan selama Minggu I Bulan Kitab Suci

Minggu kedua dalam bulan Kitab Suci ini, kita diajak untuk merenungkan tentang IBADAH KELUARGA SEBAGAI SEKOLAH IMAN. Teks Kitab Suci yang akan kita renungkan yakni Ul. 6:20-25. Berikut ini beberapa pokok untk membedah teks ini.
    1. Pendidikan Anak dalam Agama Yahudi
Salah satu konteks Ul. 6:20-25 yakni Pendidikan Anak dalam Agama Yahudi. Orang-orang Yahudi sangat menekankan pendidikan anak. Dasar Alkitabiah dari pendidikan ini yakni, Perintah Allah, “Hormatilah Ibu dan Bapamu” dan juga Musa yang meminta kepada para orang tua untuk mengajarkan Kasih di rumah (Ul. 6:6-9). Sejak dini orang tua Yahudi telah menanamkan nilai-nilai agama kepada anak. Sebelum anak dapat berbicara, orang tua telah memperkenalkan mereka pada mezuzah yang berarti pintu rumah. Di rumah orang Yahudi tertempel kotak kecil, mezuzot yang berisi kutipan Ul. :6:4-9. Sang ayah bertugas untuk mengajarkan taurat dan kitab para nabi untuk anaknya. Kalau ia tidak mampu, ia dapat menyewa seorang rabi. Orang tua atau rabi mesti mendidik secara serius. Di samping itu dituntut teladan hidup yang turut menegaskan apa yang diajarkan. Sehingga pada umur 13 tahun, anak-anak Yahudi pantas disebut sebagai “Anak Taurat”
     2. Perjamuan Paskah
Pernyataan “anakmu bertanya kepadamu” menggemakan kembali ritual paskah Yahudi (Kel. 12:26-27). Ada dua pokok acara dalam Ritual Paskah Yahudi yakni makan roti tidak beragi (Matzoth) dan danging domba mengenangn pembebasan dari Mesir. Di dalam perayaan itu ada bagian tentang pengajaran iman bagi anak-anak Yahudi. Mereka dididik untuk memandang Perjamuan Paskah sebagai pengenangan akan tindakan Pembebasan Israel dari Mesir oleh Allah. Di sini tergambar dengan jelas bahwa Pendidikan iman dalam umat Yahudi memiliki peran yang sentral.
     3. Alasan Perjamuan Paskah
Ul. 6:20-25 merupakan alasan yang mesti disampaikan oleh orang tua kepada anak-anak mereka. di dalam teks tersebut, Musa mengingatkan orang tua untuk mengajarkan pada anak-anaknya tentang peristiwa eksodus Israel dari Mesir. Dahulu mereka adalah budak bangsa Mesir (ay. 21). Mereka diperlakukan secara tidak adil dan menderita. Allah memandang ketidakadilan dan penderitaan bangsa Israel. Ia membebaskan mereka dengan berbagai mukjizat (ay. 22). Ia menuntun mereka ke Kanaan, tanah yang dijanjikan-Nya kepada leluhur bangsa Israel. Oleh karena itu mereka harus setia pada Allah (ay. 24). Mereka diminta untuk taat pada ketetapan dan perintah Allah. Mereka mesti beribadah kepada Allah. Bagi Musa tujuan pengajaran iman tersebut yakni supaya hidup mereka berkenan Allah (ay. 25). 
Teks Ul. 6:20-25 masih menjadi bagian dari Ul. 6:1-25 yang membahas tentang perintah untuk mengasihi Allah. Bagi Musa, segala tindakan Allah dalam rangakaian pembebasan Israel dari Mesir sampai masuknya Israel ke Kanaan merupakan ungkapan kasih-Nya. Maka Musa memerintahkan bangsa Israel untuk mengasihi Allah secara total; segenap hati, jiwa dan kekuatan (ay. 5). Musa menghendaki agar kasih Allah menjadi pokok pegajaran iman iman. Keluarga-keluarga Israel mesti berbicara tentang kasih Allah secara secara kontinu (ay. 7). Musa bahkan menyatakan bahwa perintah kasih Allah ditulis pada pintu rumah dan pintu gerbang jubga diikat pada tangan, ditempel pada dahi (ay. 8) Hal-hal tersebut mengindikasikan bahwa seluruh hidup bangsa Israel ungkapan dari kasih pada Allah. Di dalamnya, pendidikan iman pada anak dilaksanakan sebagai tindakan konkret dari kasih mereka kepada Allah. Pokok iman yang diajarkan orang tua bukan saja merupakan tanggung jawabnya, tapi penghayatan kasih personal mereka pada Allah.
     4. Keluarga Sebagai Sekolah Iman
Yang kita bisa pelajari dari bangsa Israel yakni Keluarga adalah sekolah iman. Di dalam keluarga terjadi proses pendidikan iman. Pendidikan iman mesti berdasarkan kehidupan konkret. Yang dibahas bukan semata doa dan ajaran Gereja, Kitab Suci tapi juga refleksi iman dari pengalaman harian. Di dalamnya, keluaga belajar menyadari dan merasakan karya Allah dalam sekolah dan pekerjaan atau kegiatan lainnya. Karya Allah itu ditemukan juga dalam diri orang lain dan diri  sendiri. Dari Refleksi itu, setiap anggota keluarga belajar untuk bersyukur, memperbaiki kesalahan, melaksanakan niat-niat baik. Sehingga iman menyatu dengan hidup konkret. Semangat dari proses pendidikan iman di dalam keluarga adalah KASIH. Orang tua mendidik anaknya mesti didorong oleh KASIH. Yang diajarkan mesti KASIH. Yang ditemukan dari pengalaman konkret juga mesti KASIH.

Frater A'iz, MSC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar