Minggu, 07 September 2014

KELUARGA SEBAGAI TEMPAT KEHADIRAN ALLAH


Permenungan selama Minggu I Bulan Kitab Suci
Oleh Fr.Leonardus Laratmase MSC (fr.Ay's)

Minggu Pertama dalam bulan Kitab Suci ini, kita diajak untuk merenungkan tentang KELUARGA SEBAGAI TEMPAT KEHADIRAN ALLAH. Kisah Abraham dan Ketiga Tamunya (Kej. 18:1-15) diajukan sebagai bahan permenungan kita. Abraham sedang beristirahat di kemahnya. Ia mendapat tiga orang tamu. Bagi orang pengembara seperti Abraham, tamu merupakan kehormatan bagi keluarga. Oleh karena itu Abraham menunjukkan sikap hospitalitas yang luar biasa, walaupun ia tidak mengenal mereka. Abraham berlari menyongsong ketiga tamu itu. Ia menyapa mereka sebagai ‘tuan’ dan menyebut dirinya sebagai ‘hamba’. Ia sujud menghormati mereka sampai ke tanah. Ia menawarkan air pada mereka untuk membasuh kaki. Ia kemudian mengadakan jamuan mewah bagi mereka dengan hidangan yang terbaik. Ada roti bundar pipih anak lembu yang empuk dagingnya dan dadih, air susu sapi yang dikentalkan.
Hospitalitas Abraham sungguh tulus. Ia memberikan pelayanan yang terbaik. Ia tampil sebagai seorang tuan rumah yang sangat bersahabat. Sampai ia tidak menyadari bahwa salah satu di antara ketiga tamunya adalah Allah. Sikapnya itu mendatangkan pembaharuan atas kabar sukacita yang telah disampaikan  Tuhan sebelumnya (Kej. 15:13-14; 17:19-22). Kini Allah merealisasikan kabar sukacita tersebut. Tahun depan setelah kunjungan tersebut, Abraham akan memperoleh seorang anak laki-laki.
Rupanya Sara meragukan realisasi kabar sukacita tersebut. Di dalam hatinya, Sara tertawa. Ketika ditanya oleh Allah, ia menyangkalnya. Secara manusiawi sikap Sara itu dapat dimengerti.  Abraham dan Sara sudah lanjut umurnya. Abraham sudah berumur 100 tahun sedangkan Sara berumur 99 tahun (Kej. 17:17). Seorang wanita di atas 50 tahun mengalami menopause. Sehingga mustahil baginya untuk memperoleh keturunan. Apalagi Sara yang sudah berumur 99 tahun. Sehingga tawa Sara hendak mengungkapkan ‘Bagaimana hal itu mungkin terjadi sebab aku telah lanjut usia’
Bagi Allah tidak ada yang mustahil. Bukankah Allah itu Mahakuasa? Allah sanggup melaksanakan apapun yang dikehendaki-Nya. Allah telah menjanjikan keturunan kepada Abraham. Ia memegang teguh janji tersebut. Oleh karena itu Allah pasti melaksanakan. Realisasi janji Allah pada Abraham dan Sara menunjukkan bahwa sejak semula Ia setia pada perjanjian-Nya. Allah tidak mungkin mengingkari janji-Nya. Ia juga tidak akan mengkhianati manusia.
Hal penting yang dapat kita pelajari dari kasih kisah Abraham ini yaitu Allah senantiasa hadir dan menyertai kehidupan keluarga kita. Ia telah berkenan hadir di tangah-tengah keluarga kita. Allah hadir bukan secara pasif, melainkan secara aktif. Ia mengetahui setiap pergumulan atau masalah yang kita hadapi. Ia pasti memberikan solusi kepada kita. Ia mengenal harapan dan permohonan keluarga kita. Ia pasti menanggapinya. Dengan demikian Allah adalah Allah yang dekat dengan kita. Ia memang Immanuel. Ia senantiasa menyertai kita.
Oleh karena itu kita perlu meneladani sikap Abraham. Kita perlu secara aktif pula menanggapi kehadiran Allah. Kita perlu menyongsong dia untuk masuk ke dalam keluarga kita. Ia meminta agar Allah tinggal di tengah-tengah keluarga dan hati setiap anggota keluarga. Sejalan dengan itu, kita perlu menciptakan suasana keluarga supaya pantas menjadi bait Allah. Setiap anggota keluarga juga  perlu menjadikan hatinya agar pantas menyambut Allah.
Beberapa refleksi yang dapat menolong kita untuk membumikan Teks Kitab Suci di atas yakni:
1.      Pengalaman apakah yang membuat kita menyadari bahwa Allah sungguh-sungguh hadir dalam keluarga kita?
2.      Bagaimana Allah menolong keluarga kita dalam pergumulan? Ceritakanlah suatu pergumulan dalam keluarga?

Sumber: Diolah kembali dari Buku Pegangan Pendalaman Bulan Kitab Suci Nasional 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar