Minggu, 27 November 2016

Pesan Natal Bersama PGI-KWI Tahun 2016



Pesan Natal Bersama PGI-KWI Tahun 2016
“Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di Kota Daud.”
(Lukas 2:11)
SAUDARI-Saudara umat Kristiani di Indonesia,
Setiap merayakan Natal hati kita dipenuhi rasa syukur dan sukacita. Allah berkenan turun ke dunia, masuk ke dalam hiruk-pikuk kehidupan kita. Allah bertindak memperbaiki situasi hidup umat-Nya. Berita sukacita itulah yang diserukan oleh Malaikat: “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (Luk 2:11).

Belarasa Allah itu mendorong kita untuk melakukan hal yang sama sebagaimana Dia lakukan. Inilah semangat atau spiritualitas inkarnasi. Keikutsertaan kita pada belarasa Allah itu dapat kita wujudkan melalui upaya untuk menyikapi masalah-masalah kebangsaan yang sudah menahun.

Dalam perjuangan mengatasi masalah-masalah seperti itu, kehadiran Juruselamat di dunia ini memberi kekuatan bagi kita. Penyertaan-Nya menumbuhkan sukacita dan harapan kita dalam mengusahakan hidup bersama yang lebih baik. Oleh karena itu, kita merayakan Natal sambil berharap dapat menimba inspirasi, kekuatan dan semangat baru bagi pelayanan dan kesaksian hidup, serta memberi dorongan untuk lebih berbakti dan taat kepada Allah dalam setiap pilihan hidup.

Saudari-saudara terkasih,
Kita akan segera meninggalkan tahun 2016 dan masuk tahun 2017. Ada hal-hal penting yang perlu kita renungkan bersama pada peristiwa Natal ini. Sebagai warga negara kita bersyukur bahwa upaya pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia semakin memberi harapan bagi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan yang merata.

Walaupun belum sesuai dengan harapan, kita sudah menyaksikan adanya peningkatan dan perbaikan pelayanan publik, penegakan hukum, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan kualitas pendidikan. Kita dapat memandangnya sebagai wujud nyata sukacita iman sebagaimana diwartakan oleh malaikat kepada para gembala, “Aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa” (Luk 2:10).

Memang harus kita akui bahwa masih ada juga segi-segi kehidupan bersama yang harus terus kita perhatikan dan perbaiki. Misalnya, kita kadang masih menghadapi kekerasan bernuansa suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Masalah korupsi dan pungli juga masih merajalela, bahkan tersebar dari pusat hingga daerah. Kita juga menghadapi kemiskinan yang sangat memprihatinkan.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka kemiskinan per Maret 2016 masih sebesar 28,01 juta jiwa. Keprihatinan lain yang juga memerlukan perhatian dan keterlibatan kita untuk mengatasinya adalah peredaran dan pemakaian narkoba. Data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2015 memperlihatkan bahwa pengguna narkoba terus meningkat jumlahnya. Pada periode Juni hingga November 2015 terjadi penambahan sebesar 1,7 juta jiwa, dari semula 4,2 juta menjadi 5,9 juta jiwa. Semakin banyaknya pengguna narkoba itu tidak lepas dari peran produsen dan pengedar yang juga bertambah.

Kita juga harus bekerja keras untuk mendewasakan dan meningkatkan kualitas demokrasi. Penyelenggaraan Pemilu merupakan salah satu sarananya, seperti Pemilihan Umum Kepala Daerah serentak (Pilkada serentak) yang akan dilaksanakan tanggal 15 Februari 2017 di 101 daerah terdiri atas 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. Peristiwa itu akan menjadi ujian bagi partisipasi politik masyarakat dan peningkatan kualitas pelaksana serta proses penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut.

Tantangan-tantangan tersebut, sebagaimana juga masalah lainnya, harus kita hadapi. Jangan sampai persoalan-persoalan sosial dan kemanusiaan itu membuat kita merasa takut. Kepada kita, seperti kepada para gembala, malaikat yang mewartakan kelahiran Yesus mengatakan “jangan takut” (Luk 2:10).
Saudari-saudara terkasih,

Marilah kita jadikan tantangan-tantangan tersebut kesempatan untuk mengambil prakarsa dan peran secara lebih nyata dalam menyikapi berbagai persoalan hidup bersama ini. Kita ciptakan hidup bersama yang damai dengan terus melakukan dialog. Kita lawan korupsi dan pungli dengan ikut aktif mengawasi pelaksanaan dan pemanfaatan anggaran pembangunan. Kita atasi problem kemiskinan, salah satunya dengan meningkatkan semangat berbagi. Kita lawan narkoba dengan ikut mengupayakan masyarakat yang bebas dari narkoba, khususnya dengan menjaga keluarga kita terhadap bahaya barang terlarang dan mematikan itu.

Kita tingkatkan kualitas demokrasi kita melalui keterlibatan penuh tanggungjawab dengan menggunakan hak pilih dan aktif berperan serta dalam seluruh tahapan dan pelaksanaan Pilkada. Kita juga berharap agar penyelenggara Pilkada dan para calon kepala daerah menjunjung tinggi kejujuran dan bersikap sportif, menaati semua aturan yang sudah ditentukan dan aktif berperan menjaga kedamaian demi terwujudnya Pilkada yang berkualitas. Kita tolak politik uang. Jangan sampai harga diri dan kedaulatan kita sebagai pemilih kita korbankan hanya demi uang.
Kita syukuri kehadiran Yesus Kristus yang mendamaikan kembali kita dengan Allah. Inilah kebesaran kasih karunia Allah, sehingga kita layak disebut sebagai anak-anak Allah (1Yoh 2:1). Di dalam Yesus Kristus kita memperoleh hidup sejati dan memperolehnya dalam segala kelimpahan (Yoh 10:10). Kita syukuri juga berkat yang telah kita terima sepanjang tahun yang segera berlalu.

Kita sampaikan berkat sukacita kelahiran Yesus Kristus ini kepada sesama kita dan seluruh ciptaan. Kita mewujudkan karya kebaikan Allah itu melalui perhatian dan kepedulian kita terhadap berbagai keprihatinan yang ada dengan aktif mengupayakan pembangunan yang berkelanjutan dan yang ramah lingkungan. Dengan demikian, perayaan kelahiran Yesus Kristus ini dapat menjadi titik tolak dan dasar bagi setiap usaha kita untuk lebih memuliakan Allah dalam langkah dan perbuatan kita.

Selamat Natal 2016 dan Tahun Baru  2017
Jakarta, 10 November 2016 

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)  –Pdt Dr Henriette TH. Lebang (Ketua Umu)  
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) –Mgr. Ignatius Suharyo (Ketua) 

(disadar dari www.kawali.org)

Senin, 31 Oktober 2016

Mengapa Orang Katolik Mendoakan Arwah Orang Beriman 2 November?


https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTojrmmScnchKbMmIuI4Rd3HBNYfF0Os8jR_3QSLUOQF246OIE5Sehari setelah hari perayaan orang kudus disebut sebagai hari arwah (All Souls day) yaitu hari yang ditetapkan untuk mengenang dan mempersembahkan doa- doa atas nama semua orang beriman yang telah wafat. Mengingat makna antara keduanya demikian dekat, maka tak mengherankan bahwa Gereja merayakannya secara  berurutan. Setelah kita merayakan hari para orang kudus, kita mendoakan para saudara- saudari kita yang telah mendahului kita, dengan harapan agar merekapun dapat bergabung dengan para orang kudus di surga.


Umat Kristiani telah berdoa bagi para saudara/ saudari mereka yang telah wafat sejak masa awal agama Kristen. Liturgi- liturgi awal dan teks tulisan di katakomba membuktikan adanya doa- doa bagi mereka yang telah meninggal dunia, meskipun ajaran detail dan teologi yang menjelaskan praktek ini baru dikeluarkan kemudian oleh Gereja di abad berikutnya. Mendoakan jiwa orang- orang yang sudah meninggal telah tercatat dalam 2 Makabe 12:41-42.

Di dalam kitab Perjanjian Baru tercatat bahwa St. Paulus berdoa bagi kawannya Onesiforus  (lih. 2 Tim 1:18) yang telah meninggal dunia. Para Bapa Gereja, yaitu Tertullian dan St. Cyprian juga mengajarkan praktek mendoakan jiwa- jiwa orang yang sudah meninggal. Hal ini menunjukkan bahwa jemaat Kristen perdana percaya bahwa doa- doa mereka dapat memberikan efek positif kepada jiwa- jiwa yang telah wafat tersebut. Berhubungan dengan praktek ini adalah ajaran tentang Api Penyucian.

Kitab Perjanjian Baru secara implisit mengajarkan adanya masa pemurnian yang dialami umat beriman setelah kematian.  Yesus mengajarkan secara tidak langsung bahwa ada dosa-dosa yang dapat diampuni setelah kehidupan di dunia ini, (lih. Mat 12:32) dan ini mengisyaratkan adanya tempat/ keadaan yang bukan Surga -karena di Surga tidak ada dosa; dan bukan pula neraka -karena di neraka sudah tidak ada lagi pengampunan dosa.

Rasul Paulus mengatakan bahwa kita diselamatkan, “tetapi seolah melalui api” (1 Kor 3:15). Para Bapa Gereja, termasuk St. Agustinus (dalam Enchiridion of Faith, Hope and Love dan City of God), merumuskannya dalam ajaran akan adanya pemurnian jiwa setelah kematian.

Pada hari- hari awal, nama- nama jemaat yang wafat dituliskan di atas plakat diptych. Di abad ke-6, komunitas Benediktin memperingati jiwa- jiwa mereka yang meninggal pada hari perayaan Pentakosta. Perayaan hari arwah menjadi peringatan universal, di bawah pengaruh rahib Odilo dari Cluny tahun 998, ketika ia menetapkan perayaan tahunan di rumah- rumah ordo Beneditin pada tanggal 2 November, yang kemudian menyebar ke kalangan biara Carthusian. Sekarang Gereja Katolik merayakannya pada tanggal 2 November, seperti juga gereja Anglikan dan sebagian gereja Lutheran.

Dari keterangan di atas, tidak disebutkan mengapa dipilih bulan November dan bukan bulan- bulan yang lain. Namun jika kita melihat kepada kalender liturgi Gereja, maka kita mengetahui bahwa bulan November merupakan akhir tahun liturgi, sebelum Gereja memasuki tahun liturgi yang baru pada masa Adven sebelum merayakan Natal (Kelahiran Kristus).

Maka sebelum mempersiapkan kedatangan Kristus, kita diajak untuk merenungkan terlebih dahulu akan kehidupan sementara di dunia; tentang akhir hidup kita kelak, agar kita dapat akhirnya nanti tergabung dalam bilangan para kudus di surga. Kita juga diajak untuk merenungkan makna kematian, dengan mendoakan para saudara- saudari kita yang telah mendahului kita. Juga, pada bulan November ini, bacaan- bacaan Misa Kudus adalah tentang akhir dunia, yaitu untuk mengingatkan kita tentang akhir hidup kita yang harus kita persiapkan dalam persekutuan dengan Kristus.

Harapannya adalah, dengan merenungkan akhir hidup kita di dunia, kita akan lebih dapat lagi menghargai Misteri Inkarnasi Allah (pada hari Natal) yang memungkinkan kita untuk dapat bergabung dalam bilangan para kudus-Nya dalam kehidupan kekal di surga.***

Tim Komsos Paroki Stella Maris, Siantan
Disadur dari: www.katolisitas.org/hari-raya-orang-kudus-hari-arwah/

Mengapa Orang Katolik Berdoa untuk Orang Kudus 1 November?

Pada hari raya orang kudus (1 November) Gereja Katolik merayakan hari para orang kudus, baik mereka yang telah dikanonisasikan/ diakui Gereja sebagai Santo/ Santa, maupun para orang kudus lainnya yang tidak/ belum dikenal. Gereja telah mulai menghormati para Santo/ Santa dan martir sejak abad kedua.

Hal ini terlihat dari catatan kemartiran St. Polycarpus di abad kedua sebagai berikut: “Para Prajurit lalu,…. menempatkan jenazahnya [Polycarpus] di tengah api. Selanjutnya, kami mengambil tulang- tulangnya, yang lebih berharga daripada permata yang paling indah dan lebih murni dari emas, dan menyimpannya di dalam tempat yang layak, sehingga setelah dikumpulkan, jika ada kesempatan, dengan suka cita dan kegembiraan, Tuhan akan memberikan kesempatan kepada kita untuk merayakan hari peringatan kemartirannya, baik untuk mengenang mereka yang telah menyelesaikan tugas mereka, maupun untuk pelatihan dan persiapan bagi mereka yang mengikuti jejak mereka.” (St. Polycarpus, Ch. XVIII, The body of Polycarp is burned, 156 AD).

Para Bapa Gereja, antara lain St. Cyril dari Yerusalem (313-386) mengajarkan demikian tentang penghormatan kepada para orang kudus: “Kami menyebutkan mereka yang telah wafat: pertama- tama para patriarkh, nabi, martir, bahwa melalui doa- doa dan permohonan mereka, Tuhan akan menerima permohonan kita …. (Catechetical Lecture 23:9)

Pada awalnya kalender Santo/ Santa dan Martir berbeda dari tempat yang satu ke tempat lainnya, dan gereja- gereja lokal menghormati orang- orang kudus dari daerahnya sendiri. Namun kemudian hari perayaan menjadi lebih universal. Referensi pertama untuk merayakan hari para orang kudus terjadi pada St. Efrem dari Syria. St. Yohanes Krisostomus (407) menetapkan hari perayaannya yaitu Minggu pertama setelah Pentakosta, yang masih diterapkan oleh Gereja- gereja Timur sampai sekarang.

Gereja Barat, juga kemungkinan pada awalnya merayakan demikian, namun kemudian menggeserkannya ke tanggal 13 Mei, ketika Paus Bonifasius IV mengkonsekrasikan Pantheon di Roma kepada Santa Perawan Maria dan para martir pada tahun 610. Perayaan hari para orang kudus pada tanggal 1 November sekarang ini kemungkinan ditetapkan sejak zaman Paus Gregorius III (741) dan pertama kali dirayakan di Jerman.

Maka hari perayaan ini tidak ada kaitannya dengan perayaan pagan Samhain yang dirayakan di Irlandia. Perayaan 1 November sebagai hari raya (day of obligation) ditetapkan tahun 835 pada jaman Paus Gregorius IV. Tentang oktaf perayaan (1-8 November) ditambahkan oleh Paus Sixtus IV (1471-1484) (C. Smith The New Catholic Encyclopedia 1967: s.v. “Feast of All Saints”, p. 318.)


Tim Komsos Stella Maris
Disadur dari: http://www.katolisitas.org/hari-raya-orang-kudus-hari-arwah/

Minggu, 20 Maret 2016

Jadwal Perayaan Paskah Paroki Stella Maris 2016


Renungan Paskah 2016: Berani Menjadi Baru



Berani Menjadi Baru
Oleh P. Kornelius K.Keban, MSC, Pastor Paroki Stella Maris

Kalau kita memperhatikan tema APP Regio Kalimantan tahun ini, “Berani Mempertahankan dan Memperjuangkan Kalimantan Baru”, maka harus kita katakan bahwa tema ini mengajak kita untuk merubah sikap kita dalam pelbagai aspek kehidupan, terutama aspek relasional kita sebagai umat beriman. Aspek-aspek itu, antara lain sebagai berikut.
            1. Relasi dengan Tuhan. Dalam berelasi dengan Tuhan kita pertama-tama harus membangun sikap pasrah dan tobat. Tanpa kepasrahan kita tidak akan menyadari bahwa kita sungguh tidak berarti di hadapan Dia yang penuh kuasa dan Maharahim. Dengan kepasrahan kita terus menerus menaruh harapan akan pertumbuhan hidup kita dan meletakkan di atas tangan-Nya yang kudus. Kesadaran akan keterbatasan kita, mendorong kita membarui sikap hidup yang mungkin selama ini masih cuek terhadap kemesraan dengan Dia. Kita mungkin merasa cukup dengan memilih sebulan sekali untuk memuji dan memuliakan nama-Nya serta bersyukur kepada-Nya bersama dengan umat lainnya. Atau bahkan kita menjadi bagian dari orang-orang yang hanya memuji Tuhan setahun dua kali, yakni pada Hari Raya Natal dan Paskah. Namun apakah cukup waktu bagi kita dengan membatasi diri pada saat-saat tertentu untuk memuji dan mensyukuri apa yang telah Tuhan kerjakan untuk kita? Kita harus berani menjadi baru.
Berdoa tidak jemuh-jemuhnya.
            2. Relasi dengan Sesama. Terhadap sesama, seeringkali kita menaruh sikap iri, dengki, bahkan dendam terhadap mereka hanya karena hal-hal kecil yang tidak kita sukai. Kita mengambil jarak dengan mereka, dan mungkin saja kita menjelek-jelekkan mereka. Dengan sikap yang demikian, kita menjauhkan diri dari harmonisasi kehidupan bersama dengan orang lain. Kita harus berani menjadi baru. Menciptakan kehidupan yang harmonis dengan sesama.
            3. Relasi dalam Keluarga. Cita-cita kehidupan rumah tangga adalah membangun kesejahteraan untuk meraih kebahagiaan. Kebahagiaan itu adalah cia-cita yang dialami dalam kehidupan keluarga. Kebahagiaan bukanlah sebuah angan-angan atau khayalan belaka. Kebahagiaan adalah nyata. Dan untuk meraihnya, kita harus menciptakan suasana kasih, di mana setiap anggota keluarga (suami-isteri- dan anak-anak) harus mampu keluar dari egoisme cinta yang membuat masing-masing anggota keluarga terkurung dalam dirinya sendiri, atau bahkan justru mengurung anggota keluarga lain dalam gerakan pertumbuhan dan perkembangannya sebagai orang beriman. Kita harus berani menjadi baru. Membuat aanggota keluarga merasa betah dalam rumah.
            4. Relasi dengan Alam. Kita seringkali menggunakan alam sesuka hati kita dengan dalih bahwa Tuhan menyuruh kita untuk menguasai alam dan segala ciptaan lainnya untuk kebahagiaan dan kesejahteraan kita. Dengan dalih itu, seringkali kita seenaknya menggunakan alam tanpa mampu merasakan “sakitnya alam” yang kemudian akan mengakibatkan pendiritaan bagi kita sendiri. Kita harus berani menjadi baru. Melestarikan alam di pekarangan rumah kita.
            Pesan Paskah tahun 2016 ini untuk kita adalah bahwa Kebangkitan Tuhan menjadi jalan pembaruan sikap hidup kita sebagai umat beriman. Pembaruan sikap ini, pertama-tama bisa kita lakukan kalau kita menyadari bahwa ada kelemahan dalam diri kita masing-masing. Karena itu, pertanyaan refleksinya adalah : “Apakah dalam diri kita masing-masing ada sikap yang merusak harmoninya kehidupan dengan Tuhan, sasama, keluarga, dan alam ciptaan lainnya?”
            Mari kita masuk dalam diri kita masing-masing untuk merenungkan bahwa Hari Raya Paskah tidak hanya sekedar perayaan di mana kita boleh menyalakan Lilin Paskah sambil menyanyikan madah Terang Kristus dan Alleluya Kristus sudah Bangkit, tetapi lebih dari itu, yakni membangkitkan dalam diri kita kesadaran baru untuk merubah diri kita. Dengan kesadaran baru, maka kita yakin dan percaya bahwa Dia yang Bangkit jaya adalah Dia yang terus menyertai dan membarui diri kita.
            Semoga Paskah yang kita rayakan di Tahun Kerahiman ini, membentuk dalam diri kita sebuah sikap pengakuan bahwa Bapa yang telah membangkitkan Yesus dari alam maut sebagai jalan keselamatan bagi semua yang percaya kepada-Nya adalah Bapa yang Maharahim, yang selalu menantikan anak-Nya kembali kepangkuan-Nya. Beranikah kita menjadi baru? Semoga!

Selamat Hari Raya Paskah 2016