GERAKAN AKSI PUASA PEMBANGUNAN NASIONAL 2014
BELAJAR SEPANJANG HIDUP
Pengantar: Belajar Melalui Kerja
Makna
dan nilai kerja manusia sebagai penyingkapan dan pengungkapan
nilai-nilai hidup membawa kita pada penghormatan dan penghargaan akan
kerja; apapun wujud dan bentuk pekerjaan itu. Dengan Gerakan APP 2013
kita semakin memahami bahwa orang-orang Kristen dipanggil untuk bekerja
tidak saja agar menyediakan rezeki bagi diri mereka sendiri, tetapi juga
dipanggil untuk menerima sesamanya yang lebih miskin, kepada siapa
Tuhan telah memerintahkan mereka untuk memberi makan, minum, pakaian,
tumpangan, kepedulian serta kemitraan (bdk. Mat 25:35- 36).
Setiap
pekerja, demikian pendapat Santo Ambrosius, adalah tangan Kristus yang
terus menciptakan dan berbuat baik (Kompendium ASG art. 265). Panggilan
sebagai co-creator (mitra kerja) dari Yang Illahi, dengan demikian
menempatkan daya kreativitas dan inovasi manusia sebagai prasyarat bagi
hasil dan proses kerja yang semakin berdampak, berdaya guna sekaligus
memberdayakan (empowering) bagi orang lain. Oleh karena itu, manusia
harus tetap belajar terus menerus sepanjang hidupnya. Fokus pastoral
Gerakan APP tahun 2014 adalah “Belajar Sepanjang Hidup”.
Nilai luhur pekerjaan manusia tertumpu pada manusia sendiri yang
dipanggil untuk menjadi sempurna seperti Allah Bapa sempurna adanya
(bdk. Mat 5,48). Untuk mewujudkan kesempurnaan itu, manusia butuh
belajar terus menerus melalui kerja yang dilakukannya. Oleh karena itu,
maksud dan tujuan dari fokus Gerakan APP tahun 2014 “Belajar Sepanjang
Hidup” adalah:
- Manusia
semakin menemukan jati diri dan martabatnya sebagai Gambar dan Rupa
Allah dengan belajar sepanjang hidup melalui kerja yang dilakukannya.
- Menemukan cara-cara baru dan inovatif kerja yang berdampak dan berdaya guna bagi perkembangan hidup manusia.
Belajar Melihat- Berpikir-Merasa-Bertinda
Manusia
adalah makhluk yang berakal budi, mampu mengenali dirinya sendiri, yang
berkembang dalam kebersamaannya dengan orang lain, bertanggungjawab,
dan memiliki kebebasan untuk memilih apa yang baik dan cocok bagi
hidupnya. Manusia yang mempunyai kemauan dan kemampuan belajar terus
menerus untuk mengembangkan intelektualitasnya, mengasah rasa
perasaannya dan mewujudkannya dalam kerja tangannya; seperti yang
dicontohkan oleh Mesak Keluanan dari Kupang dan Djuriono dari Klaten.
Sekitar 2 juta hektar lahan yang kekeringan di Nusa Tenggara Timur
antara lain berdampak pada gagal panen. Upaya petani dengan membeli
pupuk kimia dan memperluas lahan pun sulit mendapatkan hasil maksimal.
Tantangan alam itu mendorong Mesak Keluanan berusaha menemukan jalan
keluar dengan pupuk organik. Pupuk organik yang dia beri nama ‘Bio-Pem’
itu sudah digunakan ribuan petani di Nusa Tenggara Timur (NTT). Pupuk
tersebut telah beredar di 21 kabupaten atau kota di wilayah NTT. Sekitar
2.750 dari total 8.700 kelompok tani yang ada di NTT sudah
memanfaatkannya (Kompas, 2 Juli 2013).
Hal
yang hampir sama juga dibuat oleh Djuriono, guru SMKN 1 Trucuk, Klaten,
Jawa Tengah. Penemuan-penemuannya sederhana dan ada yang mengkritiknya
dangkal. Namun, Djuriono tak berhenti menawarkan penemuan sederhana yang
aplikatif untuk mendorong siswa dan masyarakat mandiri. Di tangan
Djuriono, beternak ayam tidak harus di tempat yang jauh dari pemukiman
demi menghindari bau dan limbah. Dengan ketekunan dan kejeliannya
belajar soal peternakan ayam, idenya seakan tidak pernah berhenti untuk
mengembangkan peternakan ayam tanpa limbah. Djuriono memanfaatkan serbuk
gergaji dari limbah kayu yang sering terbuang menjadi produk pengusir
bau yang diberi merek ‘Bau-Go’ (Kompas, 28 Juni 2013).
Mesak
Kaulanan dan Djuriono adalah contoh dua sosok yang selalu mau belajar
dari pengalaman untuk mengembangkan hidupnya yang berdampak dan berdaya
guna bagi orang lain. Mau belajar terus menerus membutuhkan kehendak
yang kuat, terbuka pada realitas sosial yang dijumpainya dan kerendahan
hati untuk mau mengakui akan keterbatasan diri. Dalam hal belajar, Romo
Mangunwidjaya, Pr., tokoh gerakan ‘Kali Code’ pernah menyatakan, “di
mana hatimu ditaruh, di situlah proses belajar yang sesungguhnya mulai
terjadi”.
3M Proses Sabda Menjelma Dalam Hidup Manusia
Yesus
merupakan gambaran Allah di dunia yang kelihatan. Gambaran Allah yang
menunjukkan keberpihakan-Nya pada hidup manusia yang dibatasi oleh ruang
dan waktu. Dalam ruang dan waktu manusia menerima titah-Nya, untuk
menguasai dunia dalam keadilan dan kesucian; ia mengemban perintah untuk
mengakui Allah sebagai Pencipta segala-galanya, dan mengarahkan diri
beserta alam kepada-Nya (bdk. Gaudium et Spes art. 34). Manusia
dipanggil untuk berjumpa sepenuhnya dengan semua ciptaan menurut model
dari Sabda Yesus Kristus yang masuk ke dalam dunia dengan menjadi “sama
seperti kita, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr, 4.15). Kehadiran Sabda
yang menjadi manusia mengarahkan manusia untuk belajar hidup cerdas,
kreatif dan inovatif mengembangkan intelektualnya, mengasah rasa
perasaannya dan mewujudkannya dalam karya tangannya seturut pola 3M.
Pola 3M yaitu ‘Melibatkan’ yang berarti menjumpai, hadir bagi orang lain dan mengajak untuk bergiat bersama dalam membangun kehidupan baru. ‘Mengembangkan’ berarti meningkatkan kualitas hidup secara utuh dengan bertumpu pada nilai-nilai dan kearifan hidup masyarakat setempat. ‘Mencerdaskan’
berarti memberdayakan diri, secara pribadi dan bersama-sama sehingga
mampu memilih dan menentukan arah kehidupan yang sesuai, bermakna dalam
penghayatan pesonal dan bernilai dalam perwujudannya (Hasil Konpernas
KWI XXII). Pola 3M ini terinspirasi oleh misteri penjelmaan Allah dalam
hidup manusia, “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara
kita” (Yoh 1:14).
Misteri penjelmaan
Allah merupakan wujud dan ungkapan keberpihakan Allah untuk melibatkan
diri-Nya dalam hidup manusia, supaya manusia berkembang dalam
kebersamaan-Nya dan cerdas dalam memilih dan menentukan arah hidupnya
yang sesuai, bermakna dan bernilai. Pola 3M ini menjadi dasar manusia
untuk belajar sepanjang hidup, untuk mengembangkan bakat kemampuannya,
beranjak keluar dari dirinya dan melampaui dirinya sebagai upaya
pengembangan dirinya secara menyuluruh dalam segala dimensinya (bdk.
Caritas in Veritate 11).
Realitas Sosial Medan dan Materi Ajar Hidup Manusia
Dari
kodratnya yang terdalam manusia bersifat sosial, dan tanpa berhubungan
dengan sesama ia tidak dapat hidup atau mengembangkan bakat pembawaannya
(Gaudium et Spes art. 12). Realitas sosial menjadi tempat perjumpaan
dan berhubungan antara manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan
lingkungan hidupnya. Perististiwa dalam realitas sosial menjadi medan
dan materi ajar bagi manusia untuk semakin mengembangkan hidupnya. Hal
ini bisa terjadi kalau manusia terbuka dan peka, masuk dan mengalami
serta ikut bergulat di dalam dinamika sosial yang terjadi. Beberapa
contoh realitas sosial dimana manusia dapat semakin mengembangkan
dirinya dengan belajar dari peristiwa hidup yang dijumpainya:
Keluarga
Keluarga
merupakan ikatan sosial yang paling kecil dalam kehidupan masyarakat.
Tempat di mana seorang anak belajar membangun hubungan-hubungan antar
pribadi, menjadi pijakan untuk mengembangkan relasi sosial yang lebih
luas. Dengan perkembangan teknologi komunikasi sosial yang meng-global
saat ini, bagaimana orang tua menemukan kembali dan mengembangkan
komunikasi sosial yang inovatif yang mampu membangun keluarga kristiani?
Lingkungan Hidup
Lingkungan
hidup adalah tempat tinggal manusia. Keberlangsungan hidup manusia
sangat tergantung pada bagaimana manusia memandang dan menempatkan
dirinya ada dalam kebersamaan alam semesta; hutan, air, tanah, dan
udara. Dengan laju jumlah penduduk yang masih tinggi, berkurangnya
sumber daya alam, dan meningkatnya kebutuhan hidup manusia (papan,
sandang, pangan) membutuhkan cara-cara baru dan inovatif untuk bisa
memenuhi kebutuhan hidup manusia dan sekaligus memelihara dan menjaga
keutuhan alam ciptaan.
Lembaga Pendidikan
Lembaga
pendidikan sebagai tempat dan sarana pengembangan dan pembentukan
karakter pribadi manusia, yang didasarkan pada pencerdasan intelektual
dan penajaman afektif menjadi arah dan tujuan pendidikan. Lembaga
pendidikan yang dikembangkan oleh lembaga pendidikan Katolik, terutama
yang dikelola oleh keuskupan-keuskupan membutuhkan cara-cara baru dan
inovatif untuk tetap ‘eksis’ dan berkembang dengan segala tantangan yang
semakin kompleks.
Lembaga Keuangan Mikro
Credit
Union adalah kumpulan orang. Oleh karena itu dalam dirinya (identitas
dan hakekat) merupakan kumpulan nilai-nilai kehidupan yang ada dalam
diri setiap orang. Nilai-nilai itu berupa kemampuan untuk menolong diri
sendiri, kemampuan untuk berswadaya, kemampuan untuk mengembangkan
cara-cara pengorganisasian kehidupan bersama (demokrasi), mempunyai rasa
tanggung jawab atas hidup pribadi dan bersama, mempunyai rasa solider
yang sering terungkap dalam semangat gotong royong, mempunyai rasa
keadilan dan mempunyai kedudukan hak dan kewajiban yang sama antara
laki-laki dan perempuan. Untuk mewujudkannya, Credit Union harus
senantiasa mengembangkan cara-cara baru dan inovatif agar maksud dan
tujuan keberadaannya dapat tercapai.
Penutup
Manusia dipanggil untuk memuliakan dan mengabdi Allah. Bentuk panggilan
dan pengabdian manusia kepada Allah terungkap dan terwujud dalam kerja
manusia. Untuk semakin menemukan kerja sebagai cara dan sarana mengabdi
Allah, manusia butuh belajar terus menerus sepanjang hidupnya. Dengan
belajar, semakin memungkinkan manusia bisa saling berbagi nilai-nilai
kehidupan satu sama lain, dan mengarahkan hidup untuk secara lebih penuh
dan lebih lancar mencapai kesempurnaan mereka sendiri sebagai makhluk
yang bermartabat, yang menekankan sikap kasih, hormat, adil kepada
sesamanya sehingga setiap orang dalam ikatan sosialnya wajib memandang
sesamanya, tak seorang pun terkecualikan, sebagai “dirinya yang lain”
(bdk. Gaudium et Spes art. 26).
Jakarta, 8 Juli 2013
PSE-KWI
Sumber: http://www.mirifica.net/artDetail.php?aid=8267